Neuroeducation adalah bidang studi yang berkaitan dengan aktivitas yang terjadi di otak ketika individu belajar.
Ini memadukan praktik dan pengetahuan dari berbagai bidang, termasuk ilmu saraf, psikologi, ilmu kognitif, dan pendidikan.
Kolaborasi antara pendidik dan ahli saraf membantu menghasilkan temuan yang dapat diterapkan dalam pengaturan kelas atau dalam desain kurikulum.
Mereka bertujuan untuk meningkatkan metode pengajaran menggunakan penelitian peer-review tentang bagaimana otak memungkinkan pembelajaran, memori kerja, kecerdasan, pemikiran kreatif dan banyak lagi.
Salah satu tujuan utama dari neuroeducation adalah untuk menjembatani kesenjangan antara peneliti dan pendidik. Tautan langsung ini mencegah apa yang disebut "orang tengah" dari industri pembelajaran berbasis otak.
Para perantara ini mengambil untung dari ide-ide yang salah informasi tentang cara kerja otak, yang juga dikenal sebagai "neuromyths". Mitos ini mencakup konsep seperti "otak kiri vs. pemikiran otak kanan" dan mitos bahwa "kita hanya menggunakan 10% dari otak kita".
Temuan Utama dalam Neuroeducation
Neuroeducation menyentuh berbagai aspek baik pembelajaran maupun ilmu saraf.
Berikut adalah beberapa temuan kunci dari penelitian yang dilakukan di neuroeducation.
Memori
Memori adalah aspek penting dari belajar. Penelitian dalam psikologi kognitif telah memberikan wawasan tentang cara terbaik untuk meningkatkan daya ingat Anda. Teknik seperti chunking atau pengulangan spasi memanfaatkan bagaimana pikiran memproses informasi untuk membantu pelajar menghafal lebih cepat dan lebih efisien.
Perangkat lunak seperti: Anki membuat mengingat hal-hal lebih mudah dengan menggunakan sistem pengulangan spasi (SRS)
Karena keefektifannya, Anki digunakan dalam pembelajaran bahasa dan di ruang kelas. Sebuah studi pada tahun 2015 menemukan bahwa 31% siswa yang menanggapi survei pendidikan kedokteran dilaporkan menggunakan Anki sebagai sumber belajar.
Perhatian
Ini adalah pernyataan yang meremehkan untuk mengatakan bahwa perhatian sangat penting untuk setiap pengalaman belajar. Salah satu dari banyak tujuan neuroeducation adalah untuk memahami bagaimana berbagai teknik pembelajaran mempengaruhi perhatian.
Sebagai contoh, studi menunjukkan bahwa ada beberapa bukti bahwa prevalensi Internet dan media sosial mempengaruhi perhatian pada anak-anak. Studi juga menunjukkan dampak negatif dari multitasking di lingkungan digital.
Pendidik dapat menggunakan temuan ini untuk menentukan bagaimana mereka dapat mendekati siswa yang sudah terpengaruh oleh smartphone dan internet.
Multimodalitas
Penelitian neuroeducation menunjukkan bahwa variasi adalah kunci untuk belajar. Menggunakan pendekatan dan media yang berbeda untuk mewakili ide-ide meningkatkan perhatian dan retensi pada siswa.
Pendidik dapat menyajikan informasi dengan cara yang unik atau mengajar siswa berbagai metode untuk sampai pada solusi.
Pendekatan multimodal ini dapat dicapai melalui penggunaan platform pembelajaran digital.
Misalnya, aplikasi pembelajaran bahasa Duolingo menggunakan elemen visual, tekstual, dan auditori untuk menguji pengguna tentang kata-kata kosa kata.
Keanekaragaman saraf
Penelitian neurologis akan membantu siswa dengan ketidakmampuan belajar dan masalah belajar seperti ADHD dan disleksia.
Dengan melihat interaksi antara neurobiologi pembelajaran dan gangguannya, kita akan melihat dampak besar pada bagaimana kita mengidentifikasi dan memberikan dukungan untuk anak-anak dengan tantangan belajar.
Penelitian disleksia khususnya, telah menjadi bidang sentral dalam ilmu saraf pendidikan. Para peneliti tertarik pada bagaimana intervensi membaca yang berhasil memengaruhi membaca dan bagaimana neuroimaging dapat membantu memprediksi kinerja membaca.
Metakognisi
Studi oleh ahli saraf, dan psikolog menunjukkan pentingnya metakognisi, kesadaran pikiran seseorang saat belajar, dalam pendidikan.
Misalnya, memiliki kesadaran akan “pola pikir berkembang” meningkatkan hasil siswa.
Mengajukan pertanyaan yang tepat, dan merenungkan hasil tes adalah salah satu dari banyak cara metakognisi dapat digunakan sebagai alat bagi siswa untuk tampil lebih baik.
Neuroedukasi Aplikasi
Ada banyak kemungkinan penerapan neuroeducation yang membutuhkan penggunaan teknologi. Berikut beberapa contohnya:
Sistem Pendidikan Adaptif
Pembelajaran adaptif mengacu pada metode pendidikan yang menggunakan algoritma komputer dan kecerdasan buatan untuk menghasilkan pengalaman belajar yang unik bagi setiap peserta didik. Penelitian dalam ilmu saraf menginformasikan teknologi pembelajaran adaptif.
Misalnya, perusahaan Pembelajaran DreamBox menawarkan teknologi pembelajaran adaptif cerdas untuk siswa matematika K-8. DreamBox menawarkan pengalaman belajar yang dipersonalisasi untuk setiap siswa.
Program ini melacak bagaimana siswa berinteraksi dengan berbagai masalah dan segera menyesuaikan tingkat kesulitan, jumlah petunjuk, kecepatan, dan banyak lagi. Teknologi ini memungkinkan siswa untuk maju dengan pelajaran dengan kecepatan yang paling menguntungkan mereka.
Pemrograman Komputer
Sejumlah penelitian yang berfokus pada pemrograman komputer dan penulisan kode menggunakan teknik pencitraan otak.
Para peneliti telah menemukan hubungan antara pengkodean dan penulisan, dan sedang mengembangkan cara untuk meningkatkan pengalaman pemrograman menggunakan Mesin belajar teknik.
Lebih lanjut penelitian menunjukkan bahwa membaca kode komputer tidak memerlukan wilayah otak yang diperlukan untuk pemrosesan bahasa. Membaca kode tampaknya lebih seperti memecahkan masalah matematika atau teka-teki silang.
Temuan ini dapat menginformasikan pendidik ilmu komputer untuk menemukan cara mengajar coding yang paling efektif.
Video Game
Studi menunjukkan bahwa ahli bedah yang pernah bermain video game di masa lalu membuat 32% lebih sedikit kesalahan selama pemeriksaan. Video game dapat melibatkan pemain mereka dengan cara yang belum pernah terlihat di ruang kelas sebelumnya.
Penelitian saat ini ke dalam sistem penghargaan otak menunjukkan potensi menambahkan video game pendidikan ke dalam kelas. Gamifikasi pembelajaran ini diinformasikan oleh praktik dalam desain game.
Situs web seperti Khan Academy menggunakan konsep level dan lencana untuk mendorong pembelajaran dan memberi siswa rasa kemajuan dan pencapaian.
Kritik
Meskipun upaya dalam menggabungkan proses saraf mikroskopis untuk perilaku makroskopik di ruang kelas, masih ada celah dalam penelitian.
Kritikus neuroedukasi berpendapat bahwa studi tentang perilaku otak terlalu jauh dari strategi pembelajaran praktis kehidupan nyata di kelas.
Teknologi baru seperti video game pendidikan juga dapat menjadi masalah bagi beberapa anak.
Sistem penghargaan dari video game mungkin menarik tetapi juga dapat mengganggu, dengan anak berfokus pada hadiah daripada konten itu sendiri.
Kesimpulan
Munculnya neuroeducation adalah sesuatu yang harus diwaspadai, terutama karena anak-anak saat ini tumbuh di dunia yang sangat berbeda dari orang tua mereka.
Jumlah informasi yang tersedia, banyaknya cara interaktif yang dapat Anda ajarkan menggunakan teknologi, patut dijelajahi di dalam kelas.
Mengumpulkan data untuk ilmu saraf selalu menjadi tugas yang sulit karena anak-anak belajar di ruang kelas dan bukan di laboratorium.
Belajar melibatkan lebih dari sekadar menjawab tes—ini melibatkan perhatian, minat, motivasi, dan banyak lagi.
Ketika pendidik dan ahli saraf berkolaborasi, keduanya diuntungkan. Pendidik membuat kurikulum dan kegiatan pembelajaran yang didukung oleh data.
Para peneliti kini dapat melihat efek penelitian mereka diterapkan di dunia nyata.
Berlangganan sekarang ke buletin mingguan HashDork untuk konten hebat lainnya tentang AI, Komputasi, dan Teknologi Masa Depan.
Tinggalkan Balasan